Blog Archives

Usamah Bin Zaid

sahabatnabi

Usamah Bin Zaid

 

Tahun ketujuh sebelum hijrah. Ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sedang susah karena tindakan kaum Qurasy yang menyakiti beliau dan para sahabat. Kesulitan dan kesusahan berdakwah menyebabkan beliau senantiasa harus bersabar. Dalam suasana seperti itu, tiba-tiba seberkas cahaya memancar memberikan hiburan yang menggembirakan. Seorang pembawa berita mengabarkan kepada beliau, “Ummu Aiman melahirkan seorang bayi laki-laki.” Wajah Rasulullah berseri-seri karena gembira menyambut berita tersebut.

Siapakah bayi itu? Sehingga, kelahirannya dapat mengobati hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang duka, berubah menjadi gembira ? Itulah dia, Usamah bin Zaid.

Para sahabat tidak merasa aneh bila Rasulullah bersuka-cita dengan kelahiran bayi yang baru itu. Karena, mereka mengetahui kedudukan kedua orang tuanya di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibu bayi tersebut seorang wanita Habsyi yang diberkati, terkenal dengan panggilan “Ummu Aiman”. Sesungguhnya Ummu Aiman adalah bekas sahaya ibunda Rasulullah Aminah binti Wahab. Dialah yang mengasuh Rasulullah waktu kecil, selagi ibundanya masih hidup. Dia pulalah yang merawat sesudah ibunda wafat. Karena itu, dalam kehidupan Rasulullah, beliau hampir tidak mengenal ibunda yang mulia, selain Ummu Aiman.

Rasulullah menyayangi Ummu Aiman, sebagaimana layaknya sayangnya seorang anak kepada ibunya. Beliau sering berucap, “Ummu Aiman adalah ibuku satu-satunya sesudah ibunda yang mulia wafat, dan satu-satunya keluargaku yang masih ada.” Itulah ibu bayi yang beruntung ini.

Adapun bapaknya adalah kesayangan (Hibb) Rasulullah, Zaid bin Haritsah. Rasulullah pernah mengangkat Zaid sebagai anak angkatnya sebelum ia memeluk Islam. Dia menjadi sahabat beliau dan tempat mempercayakan segala rahasia. Dia menjadi salah seorang anggota keluarga dalam rumah tangga beliau dan orang yang sangat dikasihi dalam Islam.

Kaum muslimin turut bergembira dengan kelahiran Usamah bin Zaid, melebihi kegembiraan meraka atas kelahiran bayi-bayi lainnya. Hal itu bisa terjadi karena tiap-tiap sesuatu yang disukai Rasulullah juga mereka sukai. Bila beliau bergembira mereka pun turut bergembira. Bayi yang sangat beruntung itu mereka panggil “Al-Hibb wa Ibnil Hibb” (kesayangan anak kesayangan).

Kaum muslimin tidak berlebih-lebihan memanggil Usamah yang masih bayi itu dengan panggilan tersebut. Karena, Rasulullah memang sangat menyayangi Usamah sehingga dunia seluruhnya agaknya iri hati. Usamah sebaya dengan cucu Rasulullah, Hasan bin Fatimah az-Zahra. Hasan berkulit putih tampan bagaikan bunga yang mengagumkan. Dia sangat mirip dengan kakeknya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Usamah kulitnya hitam, hidungnya pesek, sangat mirip dengan ibunya wanita Habsyi. Namun, kasih sayang Rasulullah kepada keduanya tiada berbeda. Beliau sering mengambil Usamah, lalu meletakkan di salah satu pahanya. Kemudian, diambilnya pula Hasan, dan diletakkannya di paha yang satunya lagi. Kemudian, kedua anak itu dirangkul bersama-sama ke dadanya, seraya berkata, “Wahai Allah, saya menyayangi kedua anak ini, maka sayangi pulalah mereka!”

Begitu sayangnya Rasulullah kepada Usamah, pada suatu kali Usamah tersandung pintu sehingga keningnya luka dan berdarah. Rasulullah menyuruh Aisyah membersihkan darah dari luka Usamah, tetapi tidak mampu melakukannya. Karena itu, beliau berdiri mendapatkan Usamah, lalu beliau isap darah yang keluar dari lukanya dan ludahkan. Sesudah itu, beliau bujuk Usamah dengan kata-kata manis yang menyenangkan hingga hatinya merasa tenteram kembali.

Sebagaimana Rasulullah menyayangi Usamah waktu kecil, tatkala sudah besar beliau juga tetap menyayanginya. Hakim bin Hizam, seorang pemimpin Qurasy, pernah menghadiahkan pakaian mahal kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hakam membeli pakaian itu di Yaman dengan harga lima puluh dinar emas dari Yazan, seorang pembesar Yaman. Rasulullah enggan menerima hadiah dari Hakam, sebab ketika itu dia masih musyrik. Lalu, pakaian itu dibeli oleh beliau dan hanya dipakainya sekali ketika hari Jumat. Pakaian itu kemudian diberikan kepada Usamah. Usamah senantiasa memakainya pagi dan petang di tengah-tengah para pemuda Muhajirin dan Anshar sebayanya.

Sejak Usamah meningkat remaja, sifat-sifat dan pekerti yang mulia sudah kelihatan pada dirinya, yang memang pantas menjadikannya sebagai kesayangan Rasulullah. Dia cerdik dan pintar, bijaksana dan pandai, takwa dan wara. Ia senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela.

Waktu terjadi Perang Uhud, Usamah bin Zaid datang ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beserta serombongan anak-anak sebayanya, putra-putra para sahabat. Mereka ingin turut jihad fi sabilillah. Sebagian mereka diterima Rasulullah dan sebagian lagi ditolak karena usianya masih sangat muda. Usamah bin Zaid teramasuk kelompok anak-anak yang tidak diterima. Karena itu, Usama pulang sambil menangis. Dia sangat sedih karena tidak diperkenankan turut berperang di bawah bendera Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dalam Perang Khandaq, Usamah bin Zaid datang pula bersama kawan-kawan remaja, putra para sahabat. Usamah berdiri tegap di hadapan Rasulullah supaya kelihatan lebih tinggi, agar beliau memperkenankannya turut berperang. Rasulullah kasihan melihat Usamah yang keras hati ingin turut berperang. Karena itu, beliau mengizinkannya, Usamah pergi berperang menyandang pedang, jihad fi sabilillah. Ketika itu dia baru berusia lima belas tahun.

Ketika terjadi Perang Hunain, tentara muslimin terdesak sehingga barisannya menjadi kacau balau. Tetapi, Usamah bin Zaid tetap bertahan bersama-sama dengan ‘Abbas (paman Rasulullah), Sufyan bin Harits (anak paman Usamah), dan enam orang lainnya dari para sahabat yang mulia. Dengan kelompok kecil ini, Rasulullah berhasil mengembalikan kekalahan para sahabatnya menjadi kemenangan. Beliau berhasil menyelematkan kaum muslimin yang lari dari kejaran kaum musyrikin.

Dalam Perang Mu’tah, Usamah turut berperang di bawah komando ayahnya, Zaid bin Haritsah. Ketika itu umurnya kira-kira delapan belas tahun.

Usamah menyaksikan dengan mata kepala sendiri tatkala ayahnya tewas di medan tempur sebagai syuhada. Tetapi, Usamah tidak takut dan tidak pula mundur. Bahkan, dia terus bertempur dengan gigih di bawah komando Ja’far bin Abi Thalib hingga Ja’far syahid di hadapan matanya pula. Usamah menyerbu di bawah komando Abdullah bin Rawahah hingga pahlawan ini gugur pula menyusul kedua sahabatnya yang telah syahid. Kemudian, komando dipegang oleh Khalid bin Walid. Usamah bertempur di bawah komando Khalid. Dengan jumlah tentara yang tinggal sedikit, kaum muslimin akhirnya melepaskan diri dari cengkeraman tentara Rum.

Seusai peperangan, Usamah kembali ke Madinah dengan menyerahkan kematian ayahnya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Jasad ayahnya ditinggalkan di bumi Syam (Syiria) dengan mengenang segala kebaikannya.

Pada tahun kesebelas hijriah Rasulullah menurunkan perintah agar menyiapkan bala tentara untuk memerangi pasukan Rum. Dalam pasukan itu terdapat antara lain Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, Sa’ad bin ABi Waqqas, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lain-lain sahabat yang tua-tua.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat Usamah bin Zaid yang masih remaja menjadi panglima seluruh pasukan yang akan diberangkatkan. Ketika itu usia Usamah belum melebihi dua puluh tahun. Beliau memerintahkan Usamah supaya berhenti di Balqa’ dan Qal’atut Daarum dekat Gazzah, termasuk wilayah kekuasaan Rum.

Ketika bala tentara sedang bersiap-siap menunggu perintah berangkat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sakit dan kian hari sakitnya makin keras. Karena itu, keberangkatan pasukan ditangguhkan menunggu keadaan Rasulullah membaik.

Kata Usamah, “Tatkala sakit Rasulullah bertambah berat, saya datang menghadap beliau diikuti orang banyak, setelah saya masuk, saya dapati beliau sedang diam tidak berkata-kata karena kerasnya sakit beliau. Tiba-tiba beliau mengangkat tangan dan meletakkannya ke tubuh saya. Saya tahu beliau memanggilku.”

Tidak berapa lama kemudian Rasulullah pulang ke rahmatullah. Abu Bakar Shidiq terpilih dan dilantik menjadi khalifah. Khalifah Abu Bakar meneruskan pengiriman tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, sesuai dengan rencana yang telah digariskan Rasulullah. Tetapi, sekelompok kaum Anshar menghendaki supaya menangguhkan pemberangkatan pasukan. Mereka meminta Umar bin Khattab membicarakannya dengan Khalifah Abu Bakar.

Kata mereka, “Jika khalifah tetap berkeras hendak meneruskan pengiriman pasukan sebagaimana dikehendakinya, kami mengusulkan panglima pasukan (Usamah) yang masih remaja ditukar dengan tokoh yang lebih tua dan berpengalaman.”

Mendengar ucapan Umar yang menyampaikan usul dari kaum Anshar itu, Abu Bakar bangun menghampiri Umar seraya berkata dengan marah, “Hai putra Khattab! Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan putusan Rasululllah. Demi Allah, tidak ada cara begitu!”

Tatkala Umar kembali kepada orang banyak, mereka menanyakan bagaimana hasil pembicaraannya dengan khalifah tentang usulnya. Kata Umar, “Setelah saya sampaikan usul kalian kepada Khalifah, belaiu menolak dan malahan saya kena marah. Saya dikatakan sok berani membatalkan keputusan Rasulullah. Maka, pasukan tentara muslimin berangkat di bawah pimpinan panglima yang masih muda remaja, Usamah bin Zaid. Khalifah Abu Bakar turut mengantarkannya berjalan kaki, sedangkan Usamah menunggang kendaraan.”

Kata Usamah, “Wahai Khalifah Rasulullah! Silakan Anda naik kendaraan. Biarlah saya turun dan berjalan kaki. “

Jawab Abu Bakar, “Demi Allah! jangan turun! Demi Allah! saya tidak hendak naik kendaraan! Biarlah kaki saya kotor, sementara mengantar engkau berjuang fisabilillah! Saya titipkan engkau, agama engkau, kesetiaan engkau, dan kesudahan perjuangan engkau kepada Allah. Saya berwasiat kepada engkau, laksanakan sebaik-baiknya segala perintah Rasulullah kepadamu!”

Kemudian, Khalifah Abu Bakar lebih mendekat kepada Usamah. Katanya, “Jika engkau setuju biarlah Umar tinggal bersama saya. Izinkanlah dia tinggal untuk membantu saya. Usamah kemudian mengizinkannya.”

Usamah terus maju membawa pasukan tentara yang dipimpinnya. Segala perintah Rasulullah kepadanya dilaksanakan sebaik-baiknya. Tiba di Balqa’ dan Qal’atud Daarum, termasuk daerah Palestina, Usamah berhenti dan memerintahkan tentaranya berkemah. Kehebatan Rum dapat dihapuskannya dari hati kaum muslimin.

Lalu, dibentangkannya jalan raya di hadapan mereka bagi penaklukan Syam (Syiria) dan Mesir.

Usamah berhasil kembali dari medan perang dengan kemenangan gemilang. Mereka membawa harta rampasan yang banyak, melebihi perkiraan yang diduga orang. Sehingga, orang mengatakan, “Belum pernah terjadi suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah bin Zaid.”

Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Karena, dia senantiasa mengikuti sunah Rasulullah dengan sempurna dan memuliakan pribadi Rasul.

Khalifah Umar bin Khattab pernah diprotes oleh putranya, Abdullah bin Umar, karena melebihkan jatah Usamah dari jatah Abdullah sebagai putra Khalifah. Kata Abdullah bin Umar, “Wahai Bapak! Bapak menjatahkan untuk Usamah empat ribu, sedangkan kepada saya hanya tiga ribu. Padahal, jasa bapaknya agaknya tidak akan lebih banyak daripada jasa Bapak sendiri. Begitu pula pribadi Usamah, agaknya tidak ada keistimewaannya daripada saya.” Jawab Khalifah Umar, “Wah?! jauh sekali?! Bapaknya lebih disayangi Rasulullah daripada bapak kamu. Dan, pribadi Usamah lebih disayangi Rasulullah daripada dirimu.” Mendengar keterangan ayahnya, Abdullah bin Umar rela jatah Usamah lebih banyak daripada jatah yang diterimanya.

Apabila bertemu dengan Usamah, Umar menyapa dengan ucapan, “Marhaban bi amiri!” (Selamat, wahai komandanku?!). Jika ada orang yang heran dengan sapaan tersebut, Umar menjelaskan, “Rasulullah pernah mengangkat Usamah menjadi komandan saya.”

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada para sahabat yang memiliki jiwa dan kepribadian agung seperti mereka ini. Wallahu a’lam.

Sumber : Kitab Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya.
Di posting oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim, diambil dari ‘Biografi Ahlul Hadits’.

Salahuddin Al-Ayyubi

sahabatnabi

Salahuddin Ayyubi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

(Dialihkan dari Shalahuddin Al-Ayyubi)

Langsung ke: navigasi, cari

Salahuddin Al-Ayyubi

SultanMesir dan Syria

caption

Lukisan artistik Shalahuddin

Memerintah

1174 M. – 4 Maret1193 M.

Dinobatkan

1174 M.

Nama lengkap

Salah al-Din Yusuf Ibn Ayyub

Lahir

1138 M. di Tikrit, Iraq

Meninggal

4 Maret1193 M. di Damaskus, Syria

Dimakamkan

Masjid Umayyah, Damaskus, Syria

Pendahulu

Nuruddin Zengi

Pengganti

Al-Aziz

Dinasti

Ayyubiyyah

Ayah

Najmuddin Ayyub

Untuk kegunaan lain dari Salahuddin, lihat Sultan Salahuddin.

Salahuddin Ayyubi atau Saladin atau Salah ad-Din (Bahasa Arab: صلاح الدين الأيوبي, Kurdi: صلاح الدین ایوبی) (Sho-lah-huud-din al-ay-yu-bi) (c. 11384 Maret1193) adalah seorang jendral dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Ia mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, MekkahHejaz dan Diyar Bakr. Salahuddin terkenal di dunia Muslim dan Kristen karena kepemimpinan, kekuatan militer, dan sifatnya yang ksatria dan pengampun pada saat ia berperang melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al Ayyubi juga adalah seorang ulama. Ia memberikan catatan kaki dan berbagai macam penjelasan dalam kitab haditsAbu Dawud

Daftar isi

[sembunyikan]

Latar belakang

Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi[1] . Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja SuriahNuruddin Mahmud. Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Pada tahun 1169, Shalahudin diangkat menjadi seorang wazir (konselor).

Di sana, dia mewarisi peranan sulit mempertahankan Mesir melawan penyerbuan dari Kerajaan Latin Jerusalem di bawah pimpinan Amalrik I. Posisi ia awalnya menegangkan. Tidak ada seorangpun menyangka dia bisa bertahan lama di Mesir yang pada saat itu banyak mengalami perubahan pemerintahan di beberapa tahun belakangan oleh karena silsilah panjang anak khalifah mendapat perlawanan dari wazirnya. Sebagai pemimpin dari prajurit asing Syria, dia juga tidak memiliki kontrol dari Prajurit Shiah Mesir, yang dipimpin oleh seseorang yang tidak diketahui atau seorang Khalifah yang lemah bernama Al-Adid. Ketika sang Khalifah meninggal bulan September 1171, Saladin mendapat pengumuman Imam dengan nama Al-Mustadi, kaum Sunni, dan yang paling penting, Abbasid Khalifah di Baghdad, ketika upacara sebelum Shalat Jumat, dan kekuatan kewenangan dengan mudah memecat garis keturunan lama. Sekarang Saladin menguasai Mesir, tapi secara resmi bertindak sebagai wakil dari Nuruddin, yang sesuai dengan adat kebiasaan mengenal Khalifah dari Abbasid. Saladin merevitalisasi perekonomian Mesir, mengorganisir ulang kekuatan militer, dan mengikuti nasihat ayahnya, menghindari konflik apapun dengan Nuruddin, tuannya yang resmi, sesudah dia menjadi pemimpin asli Mesir. Dia menunggu sampai kematian Nuruddin sebelum memulai beberapa tindakan militer yang serius: Pertama melawan wilayah Muslim yang lebih kecil, lalu mengarahkan mereka melawan para prajurit salib.

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e3/Ayyubid.png/250px-Ayyubid.png

http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png

Timur Tengah (1190 M.). Wilayah kekuasaan Shalahuddin (warna merah); Wilayah yang direbut kembali dari pasukan salib 1187-1189 (warna pink). Warna hijau terang menandakan wilayah pasukan salib yang masih bertahan sampai meninggalnya Shalahuddin

Dengan kematian Nuruddin (1174) dia menerima gelar Sultan di Mesir. Disana dia memproklamasikan kemerdekaan dari kaum Seljuk, dan dia terbukti sebagai penemu dari dinasti Ayyubid dan mengembalikan ajaran Sunni ke Mesir. Dia memperlebar wilayah dia ke sebelah barat di maghreb, dan ketika paman dia pergi ke Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan dari bekas pendukung Fatimid, dia lalu melanjutkan ke Laut Merah untuk menaklukan Yaman. Dia juga disebut Waliullah yang artinya teman Allah bagi kaum muslim Sunni.

Aun 559-564 H/ 1164-1168 M. Sejak itu Asaduddin, pamannya diangkat menjadi Perdana Menteri Khilafah Fathimiyah. Setelah pamnnya meninggal, jabatan Perdana Menteri dipercayakan Khalifah kepada Shalahuddin Al-Ayyubi.

Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan Perang Salib kedua terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Shalahuddin mengambil kekuasaan dari tangan Khilafah Fathimiyah dan mengembalikan kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad mulai tahun 567 H/1171 M (September). Setelah Khalifah Al-‘Adid, khalifah Fathimiyah terakhir meninggal maka kekuasaan sepenuhnya di tangan Shalahuddin Al-Ayyubi.

Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, Damaskus diserahkan kepada puteranya yang masih kecil Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Dibawah seorang wali terjadi perebutan kekuasaan diantara putera-putera Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nurruddin menjadi terpecah-pecah. Shalahuddin Al-Ayyubi pergi ke Damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin yang tidak menginginkan persatuan. Akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul, Irak bagian utara.

Naik ke kekuasaan

Di kemudian hari Saladin menjadi wazir pada 1169, dan menerima tugas sulit mempertahankan Mesir dari serangan Raja Latin Yerusalem, khususnya Amalric I. Kedudukannya cukup sulit pada awalnya, sedikit orang yang beranggapan ia akan berada cukup lama di Mesir mengingat sebelumnya telah banyak terjadi pergantian pergantian kekuasaan dalam beberapa tahun terakhir disebabkan bentrok yang terjadi antar anak-anak Kalifah untuk posisi wazir. Sebagai pemimpin dari pasukan asing Suriah, dia juga tidak memiliki kekuasaan atas pasukan Syi’ahMesir yang masih berada di bawah Khalifah yang lemah, Al-Adid.

Para Ulama Ahlul Hadits

Khalid Bin Walid Radhiallahu ‘anhu

Khalid Bin Walid Radhiallahu ‘anhu
Posted in Shahabat

” ORANG seperti dia, tidak dapat tanpa diketahui dibiarkan begitu saja. Dia harus diincar sebagai calon pemimpin Islam. Jika dia menggabungkan diri dengan kaum Muslimin dalam peperangan melawan orang-orang kafir, kita harus mengangkatnya kedalam golongan pemimpin” demikian keterangan Nabi ketika berbicara tentang Khalid sebelum calon pahlawan ini masuk Islam.

Khalid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Bani Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.

Ayah Khalid yang bernama Walid, adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa di antara orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya. Dia menghormati Ka’bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka’bah. Pada masa ibadah Haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.
Ketika orang Quraisy memperbaiki Ka’bah tidak seorang pun yang berani meruntuhkan dinding-dindingnya yang tua itu. Semua orang takut kalau-kalau jatuh dan mati. Melihat suasana begini Walid maju ke depan dengan bersenjatakan sekop sambil berteriak, “Oh, Tuhan jangan marah kepada kami. Kami berniat baik terhadap rumahMu”.

Nabi mengharap-harap dengan sepenuh hati, agar Walid masuk Islam. Harapan ini timbul karena Walid seorang kesatria yang berani di mata rakyat. Karena itu dia dikagumi dan dihormati oleh orang banyak. Jika dia telah masuk Islam ratusan orang akan mengikutinya.
Dalam hati kecilnya Walid merasa, bahwa Al Qur-’an itu adalah kalimat-kalimat Allah. Dia pernah mengatakan secara jujur dan terang-terangan, bahwa dia tidak bisa berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat suci itu.

Ucapan yang terus terang ini memberikan harapan bagi Nabi, bahwa Walid akan segera masuk Islam. Tetapi impian dan harapan ini tak pernah menjadi kenyataan. Kebanggaan atas diri sendiri membendung bisikan-bisikan hati nuraninya. Dia takut kehilangan kedudukannya sebagai pemimpin bangsa Quraisy. Kesangsian ini menghalanginya untuk menurutkan rayuan-rayuan hati nuraninya. Sayang sekali orang yang begini baik, akhirnya mati sebagai orang yang bukan Islam.
Suku Bani Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, Bani Muhzum lah yang mengurus gudang senjata dan gudang tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit.

Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa lebih dibanggakan seperti Bani Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam di lembah Abu Thalib, orang-orang Bani Makhzum lah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu.

Latihan Pertama
Kita tidak banyak mengetahui mengenai Khalid pada masa kanak-kanaknya. Tetapi satu hal kita tahu dengan pasti, ayah Khalid orang berada. Dia mempunyai kebun buah-buahan yang membentang dari kota Mekah sampai ke Thaif. Kekayaan ayahnya ini membuat Khalid bebas dari kewajiban-kewajibannya.

Dia lebih leluasa dan tidak usah belajar berdagang. Dia tidak usah bekerja untuk menambah pencaharian orang tuanya. Kehidupan tanpa suatu ikatan memberi kesempatan kepada Khalid mengikuti kegemarannya. Kegemarannya ialah adu tinju dan berkelahi.
Saat itu pekerjaan dalam seni peperangan dianggap sebagai tanda seorang Satria. Panglima perang berarti pemimpin besar. Kepahlawanan adalah satu hal terhormat di mata rakyat.

Ayah Khalid dan beberapa orang pamannya adalah orang-orang yang terpandang di mata rakyat. Hal ini memberikan dorongan keras kepada Khalid untuk mendapatkan kedudukan terhormat, seperti ayah dan paman-pamanya. Satu-satunya permintaan Khalid ialah agar menjadi orang yang dapat mengatasi teman-temannya di dalam hal adu tenaga. Sebab itulah dia menceburkan dirinya kedalam seni peperangan dan seni bela diri.

Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya ke dalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang.

Pandangan yang ditunjukkannya mengenai taktik perang menakjubkan setiap orang. Dengan gamblang orang dapat melihat, bahwa dia akan menjadi ahli dalam seni kemiliteran. Dari masa kanak-kanaknya dia memberikan harapan untuk menjadi ahli militer yang luar biasa senialnya.

Menentang Islam

Pada masa kanak-kanaknya Khalid telah kelihatan menonjol diantara teman-temannya. Dia telah sanggup merebut tempat istimewa dalam hati rakyat. Lama kelamaan Khalid menanjak menjadi pemimpin suku Quraisy. Pada waktu itu orang-orang Quraisy sedang memusuhi Islam. Mereka sangat anti dan memusuhi agama Islam dan penganut-penganut Islam. Kepercayaan baru itu menjadi bahaya bagi kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy sangat mencintai adat kebiasaannya. Sebab itu mereka mengangkat senjata untuk menggempur orang-orang Islam. Tunas Islam harus dihancurkan sebelum tumbuh berurat berakar.

Khalid sebagai pemuda Quraisy yang berani dan bersemangat berdiri digaris paling depan dalam penggempuran terhadap kepercayaan baru ini. Hal ini sudah wajar dan seirama dengan kehendak alam.
Sejak kecil pemuda Khalid bertekad menjadi pahlawan Quraisy. Kesempatan ini diperolehnya dalam pertentangan-pertentangan dengan orang-orang Islam. Untuk membuktikan bakat dan kecakapannya ini, dia harus menonjolkan dirinya dalam segala pertempuran. Dia harus memperlihatkan kepada sukunya kwalitasnya sebagai pekelahi.

Peristiwa Uhud

Kekalahan kaum Quraisy di dalam perang Badar membuat mereka jadi kegila-gilaan, karena penyesalan dan panas hati. Mereka merasa terhina. Rasa sombong dan kebanggaan mereka sebagai suku Quraisy telah meluncur masuk lumpur kehinaan Arang telah tercoreng di muka orang-orang Quraisy. Mereka seolah-olah tidak bisa lagi mengangkat dirinya dari lumpur kehinaan ini. Dengan segera mereka membuat persiapan-persiapan untuk membalas pengalaman pahit yang terjadi di Badar.

Sebagai pemuda Quraisy, Khalid bin Walid pun ikut merasakan pahit getirnya kekalahan itu. Sebab itu dia ingin membalas dendam sukunya dalam peperangan Uhud. Khalid dengan pasukannya bergerak ke Uhud dengan satu tekad menang atau mati. Orang-orang Islam dalam pertempuran Uhud ini mengambil posisi dengan membelakangi bukit Uhud.

Sungguhpun kedudukan pertahanan baik, masih terdapat suatu kekhawatiran. Di bukit Uhud masih ada suatu tanah genting, di mana tentara Quraisy dapat menyerbu masuk pertahanan Islam. Untuk menjaga tanah genting ini, Nabi menempatkan 50 orang pemanah terbaik. Nabi memerintahkan kepada mereka agar bertahan mati-matian. Dalam keadaan bagaimana jua pun jangan sampai meninggalkan pos masing-masing.

Khalid bin Walid memimpin sayap kanan tentara Quraisy empat kali lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Tetapi mereka jadi ragu-ragu mengingat kekalahan-kekalahan yang telah mereka alami di Badar. Karena kekalahan ini hati mereka menjadi kecil menghadapi keberanian orang-orang Islam.
Sungguh pun begitu pasukan-pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik. Tetapi setelah orang-orang Islam mulai mendobrak pertahanan mereka, mereka telah gagal untuk mempertahankan tanah yang mereka injak.

Kekuatannya menjadi terpecah-pecah. Mereka lari cerai-berai. Peristiwa Badar berulang kembali di Uhud. Saat-saat kritis sedang mengancam orang-orang Quraisy. Tetapi Khalid bin Walid tidak goncang dan sarafnya tetap membaja. Dia mengumpulkan kembali anak buahnya dan mencari kesempatan baik guna melakukan pukulan yang menentukan.

Melihat orang-orang Quraisy cerai-berai, pemanah-pemanah yang bertugas ditanah genting tidak tahan hati. Pasukan Islam tertarik oleh harta perang, harta yang ada pada mayat-mayat orang-orang Quraisy. Tanpa pikir panjang akan akibatnya, sebagian besar pemanah-pemanah, penjaga tanah genting meninggalkan posnya dan menyerbu kelapangan.

Pertahanan tanah genting menjadi kosong. Khalid bin Walid dengan segera melihat kesempatan baik ini. Dia menyerbu ketanah genting dan mendesak masuk. Beberapa orang pemanah yang masih tinggal dikeroyok bersama-sama. Tanah genting dikuasai oleh pasukan Khalid dan mereka menjadi leluasa untuk menggempur pasukan Islam dari belakang.

Dengan kecepatan yang tak ada taranya Khalid masuk dari garis belakang dan menggempur orang Islam di pusat pertahanannya. Melihat Khalid telah masuk melalui tanah genting, orang-orang Quraisy yang telah lari cerai-berai berkumpul kembali dan mengikuti jejak Khalid menyerbu dari belakang. Pemenang-pemenang antara beberapa menit yang lalu, sekarang telah terkepung lagi dari segenap penjuru, dan situasi mereka menjadi gawat.

Khalid bin Walid telah merobah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kehancuran. Mestinya orang-orang Quraisylah yang kalah dan cerai-berai. Tetapi karena gemilangnya Khalid sebagai ahli siasat perang, kekalahan-kekalahan telah disunglapnya menjadi satu kemenangan. Dia menemukan lobang-lobang kelemahan pertahanan orang Islam.

Hanya pahlawan Khalid lah yang dapat mencari saat-saat kelemahan lawannya. Dan dia pula yang sanggup menarik kembali tentara yang telah cerai-berai dan memaksanya untuk bertempur lagi. Seni perangnya yang luar biasa inilah yang mengungkap kekalahan Uhud menjadi suatu kemenangan bagi orang Quraisy.
Ketika Khalid bin Walid memeluk Islam Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sangat bahagia, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya. Betapapun hebatnya Khalid bin Walid di dalam medan pertempuran, dengan berbagai luka yang menyayat badannya, namun ternyata kematianya di atas ranjang. Betapa menyesalnya Khalid harapan untuk mati sahid di medan perang ternyata tidak tercapai dan Allah menghendakinya mati di atas tempat tidur, sesudah perjuangan membela Islam yang luar biasa itu. Demikianlah kekuasaan Allah. Manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya sesuai dengan kemaua-Nya.

Imam Ibnul Qoyyim Al-jauziyyah (wafat 656 H)

Imam Ibnul Qoyyim Al-jauziyyah (wafat 656 H)
Posted in Pasca Abad 3 H | Leave a comment

Nama seberanya adalah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad bin Huraiz az-Zar’i, kemudian ad-Dimasyqi. Dikenal dengan ibnul Qayyim al-Jauziyyah nisbat kepada sebuah madrasah yang dibentuk oleh Muhyiddin Abu al-Mahasin Yusuf bin Abdil Rahman bin Ali al-Jauzi yang wafat pada tahun 656 H, sebab ayah Ibnul Qayyim adalah tonggak bagi madrasah itu. Ibnul Qayyim dilahirkan di tengah keluarga berilmu dan terhormat pada tanggal 7 Shaffar 691 H. Di kampung Zara’ dari perkampungan Hauran, sebelah tenggara Dimasyq (Damaskus) sejauh 55 mil.

Pertumbuhan Dan Thalabul Ilminya
Ia belajar ilmu faraidl dari bapaknya karena beliau sangat menonjol dalam ilmu itu. Belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy dengan membaca kitab-kitab: (al-Mulakhkhas li Abil Balqa’ kemudian kitab al-Jurjaniyah, kemudian Alfiyah Ibnu Malik, juga sebagian besar Kitab al-kafiyah was Syafiyah dan sebagian at-Tashil). Di samping itu belajar dari syaikh Majduddin at-Tunisi satu bagian dari kitab al-Muqarrib li Ibni Ushfur.

Belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, Ilmu Fiqih dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Isma’il bin Muhammad al-Harraniy.
Beliau amat cakap dalam hal ilmu melampaui teman-temannya, masyhur di segenap penjuru dunia dan amat dalam pengetahuannya tentang madzhab-madzhab Salaf.

Pada akhirnya beliau benar-benar bermulazamah secara total (berguru secara intensif) kepada Ibnu Taimiyah sekembalinya Ibnu Taimiyah dari Mesir tahun 712 H hingga wafatnya tahun 728 H.
Pada masa itu, Ibnul Qayyim sedang pada awal masa-masa mudanya. Oleh karenanya beliau sempat betul-betul mereguk sumber mata ilmunya yang luas. Beliau dengarkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah yang penuh kematangan dan tepat. Oleh karena itulah Ibnul Qayyim amat mencintainya, sampai-sampai beliau mengambil kebanyakan ijtihad-ijtihadnya dan memberikan pembelaan atasnya. Ibnul Qayyim yang menyebarluaskan ilmu Ibnu Taimiyah dengan cara menyusun karya-karyanya yang bagus dan dapat diterima.
Ibnul Qayyim pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersama Ibnu Taimiyah sambil didera dengan cambuk di atas seekor onta. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan dari penjara.
Sebagai hasil dari mulazamahnya (bergurunya secara intensif) kepada Ibnu Taimiyah, beliau dapat mengambil

banyak faedah besar, diantaranya yang penting ialah berdakwah mengajak orang supaya kembali kepada
kitabullah Ta’ala dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahihah, berpegang kepada keduanya, memahami keduanya sesuai dengan apa yang telah difahami oleh as-Salafus ash-Shalih, membuang apa-apa yang berselisih dengan keduanya, serta memperbaharui segala petunjuk ad-Din yang pernah dipalajarinya secara benar dan membersihkannya dari segenap bid’ah yang diada-adakan oleh kaum Ahlul Bid’ah berupa manhaj-manhaj kotor sebagai cetusan dari hawa-hawa nafsu mereka yang sudah mulai berkembang sejak abad-abad sebelumnya, yakni: Abad kemunduran, abad jumud dan taqlid buta.
Beliau peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi, logika kaum filosof dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam fiqrah Islamiyah.

Ibnul Qayyim rahimahullah telah berjuang untuk mencari ilmu serta bermulazamah bersama para Ulama supaya dapat memperoleh ilmu mereka dan supaya bisa menguasai berbagai bidang ilmu Islam.
Penguasaannya terhadap Ilmu Tafsir tiada bandingnya, pemahamannya terhadap Ushuluddin mencapai puncaknya dan pengetahuannya mengenai Hadits, makna hadits, pemahaman serta Istinbath-Istinbath rumitnya, sulit ditemukan tandingannya.

Semuanya itu menunjukkan bahwa beliau rahimahullah amat teguh berpegang pada prinsip, yakni bahwa “Baiknya” perkara kaum Muslimin tidak akan pernah terwujud jika tidak kembali kepada madzhab as-Salafus ash-Shalih yang telah mereguk ushuluddin dan syari’ah dari sumbernya yang jernih yaitu Kitabullah al-‘Aziz serta sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam asy-syarifah.
Oleh karena itu beliau berpegang pada (prinsip) ijtihad serta menjauhi taqlid. Beliau ambil istinbath hukum berdasarkan petunjuk al-Qur’anul Karim, Sunnah Nabawiyah syarifah, fatwa-fatwa shahih para shahabat serta apa-apa yang telah disepakati oleh ahlu ats tsiqah (ulama terpercaya) dan A’immatul Fiqhi (para imam fiqih).

Dengan kemerdekaan fikrah dan gaya bahasa yang logis, beliau tetapkan bahwa setiap apa yang dibawa oleh Syari’ah Islam, pasti sejalan dengan akal dan bertujuan bagi kebaikan serta kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat.
Beliau rahimahullah benar-benar menyibukkan diri dengan ilmu dan telah benar-benar mahir dalam berbagai disiplin ilmu, namun demikian beliau tetap terus banyak mencari ilmu, siang maupun malam dan terus banyak berdo’a.

Sasarannya
Sesungguhnya Hadaf (sasaran) dari Ulama Faqih ini adalah hadaf yang agung. Beliau telah menyusun semua buku-bukunya pada abad ke-tujuh Hijriyah, suatu masa dimana kegiatan musuh-musuh Islam dan orang-orang dengki begitu gencarnya. Kegiatan yang telah dimulai sejak abad ketiga Hijriyah ketika jengkal demi jengkal dunia mulai dikuasai Islam, ketika panji-panji Islam telah berkibar di semua sudut bumi dan ketika berbagai bangsa telah banyak masuk Islam; sebahagiannya karena iman, tetapi sebahagiannya lagi terdiri dari orang-orang dengki yang menyimpan dendam kesumat dan bertujuan menghancurkan (dari dalam pent.) dinul Hanif (agama lurus). Orang-orang semacam ini sengaja melancarkan syubhat (pengkaburan)-nya terhadap hadits-hadits Nabawiyah Syarif dan terhadap ayat-ayat al-Qur’anul Karim.

Mereka banyak membuat penafsiran, ta’wil-ta’wil, tahrif, serta pemutarbalikan makna dengan maksud menyebarluaskan kekaburan, bid’ah dan khurafat di tengah kaum Mu’minin.
Maka adalah satu keharusan bagi para A’immatul Fiqhi serta para ulama yang memiliki semangat pembelaan terhadap ad-Din, untuk bertekad memerangi musuh-musuh Islam beserta gangnya dari kalangan kaum pendengki, dengan cara meluruskan penafsiran secara shahih terhadap ketentuan-ketentuan hukum syari’ah, dengan berpegang kepada Kitabullah wa sunnatur Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk pengamalan dari Firman Allah Ta’ala: “Dan Kami turunkan Al Qur’an kepadamu, agar kamu menerangkan kepada Umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (an-Nahl: 44).
Juga firman Allah Ta’ala, “Dan apa-apa yang dibawa Ar Rasul kepadamu maka ambillah ia, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (al-Hasyr:7).
Murid-Muridnya

Ibnul Qayyim benar-benar telah menyediakan dirinya untuk mengajar, memberi fatwa, berdakwah dan melayani dialog. Karena itulah banyak manusia-manusia pilihan dari kalangan para pemerhati yang menempatkan ilmu sebagai puncak perhatiannya, telah benar-benar menjadi murid beliau. Mereka itu adalah para Ulama terbaik yang telah terbukti keutamaannya, di antaranya ialah: anak beliau sendiri bernama Syarafuddin Abdullah, anaknya yang lain bernama Ibrahim, kemudian Ibnu Katsir ad-Dimasyqiy penyusun kitab al-Bidayah wan Nihayah, al-Imam al-Hafizh Abdurrahman bin Rajab al-Hambali al-Baghdadi penyusun kitab Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abdil Hadi al-Maqdisi, Syamsuddin Muhammad bin Abdil Qadir an-Nablisiy, Ibnu Abdirrahman an-Nablisiy, Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzhahabi at-Turkumaniy asy-Syafi’i, Ali bin Abdil Kafi bin Ali bin Taman As Subky, Taqiyuddin Abu ath-Thahir al-Fairuz asy-Syafi’i dan lain-lain.

Aqidah Dan Manhajnya
Adalah Aqidah Ibnul Qayyim begitu jernih, tanpa ternodai oleh sedikit kotoran apapun, itulah sebabnya, ketika beliau hendak membuktikan kebenaran wujudnya Allah Ta’ala, beliau ikuti manhaj al-Qur’anul Karim sebagai manhaj fitrah, manhaj perasaan yang salim dan sebagai cara pandang yang benar. Beliau –rahimahullah- sama sekali tidak mau mempergunakan teori-teori kaum filosof.
Ibnul Qayiim rahimahullah mengatakan, “Perhatikanlah keadaan alam seluruhnya –baik alam bawah maupun- alam atas dengan segala bagian-bagaiannya, niscaya anda akan temui semua itu memberikan kesaksian tentang adanya Sang Pembuat, Sang Pencipta dan Sang Pemiliknya. Mengingkari adanya Pencipta yang telah diakui oleh akal dan fitrah berarti mengingkari ilmu, tiada beda antara keduanya. Bahwa telah dimaklumi; adanya Rabb Ta’ala lebih gamblang bagi akal dan fitrah dibandingkan dengan adanya siang hari. Maka barangsiapa yang akal serta fitrahnya tidak mampu melihat hal demikian, berarti akal dan fitrahnya perlu dipertanyakan.”

Hadirnya Imam Ibnul Qayyim benar-benar tepat ketika zaman sedang dilanda krisis internal berupa kegoncangan dan kekacauan (pemikiran Umat Islam–Pent.) di samping adanya kekacauan dari luar yang mengancam hancurnya Daulah Islamiyah. Maka wajarlah jika anda lihat Ibnul Qayyim waktu itu memerintahkan untuk membuang perpecahan sejauh-jauhnya dan menyerukan agar umat berpegang kepada Kitabullah Ta’ala serta Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah ialah kembali kepada sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni, tidak terkotori oleh ra’yu-ra’yu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa’ wal bida’ (Ahli Bid’ah) serta helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka mempermainkan agama.
Oleh sebab itulah beliau rahimahullah mengajak kembali kepada madzhab salaf; orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah sesungguhnya yang dikatakan sebagai ulama waratsatun nabi (pewaris nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam pada itu, tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewariskan dinar atau dirham, tetapi beliau mewariskan ilmu. Berkenaan dengan inilah, Sa’id meriwayatkan dari Qatadah tentang firman Allah Ta’ala, “Dan orang-orang yang diberi ilmu (itu) melihat bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb mu itulah yang haq.” (Saba’: 6).

Qotadah mengatakan, “Mereka (orang-orang yang diberi ilmu) itu ialah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya madzhab taqlid.
Kendatipun beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun beliau sering keluar dari pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan pendapat baru setelah melakukan kajian tentang perbandingan madzhab-madzhab yang masyhur.

Mengenai pernyataan beberapa orang bahwa Ibnul Qayyim telah dikuasai taqlid terhadap imam madzhab yang empat, maka kita memberi jawaban sebagai berikut, Sesungguhnya Ibnul Qayyim rahimahullah amat terlalu jauh dari sikap taqlid. Betapa sering beliau menyelisihi madzhab Hanabilah dalam banyak hal, sebaliknya betapa sering beliau bersepakat dengan berbagai pendapat dari madzhab-madzhab yang bermacam-macam dalam berbagai persoalan lainnya.

Memang, prinsip beliau adalah ijtihad dan membuang sikap taqlid. Beliau rahimahullah senantiasa berjalan bersama al-Haq di mana pun berada, ittijah (cara pandang)-nya dalam hal tasyari’ adalah al-Qur’an, sunnah serta amalan-amalan para sahabat, dibarengi dengan ketetapannya dalam berpendapat manakala melakukan suatu penelitian dan manakala sedang berargumentasi.

Di antara da’wahnya yang paling menonjol adalah da’wah menuju keterbukaan berfikir. Sedangkan manhajnya dalam masalah fiqih ialah mengangkat kedudukan nash-nash yang memberi petunjuk atas adanya sesuatu peristiwa, namun peristiwa itu sendiri sebelumnya belum pernah terjadi.
Adapun cara pengambilan istinbath hukum, beliau berpegang kepada al-Kitab, as-Sunnah, Ijma’ Fatwa-fatwa shahabat, Qiyas, Istish-habul Ashli (menyandarkan persoalan cabang pada yang asli), al-Mashalih al-Mursalah, Saddu adz-Dzari’ah (tindak preventif) dan al-‘Urf (kebiasaan yang telah diakui baik).

Ujian Yang Dihadapi
Adalah wajar jika orang ‘Alim ini, seorang yang berada di luar garis taqlid turun temurun dan menjadi penentang segenap bid’ah yang telah mengakar, mengalami tantangan seperti banyak dihadapi oleh orang-orang semisalnya, menghadapi suara-suara sumbang terhadap pendapat-pendapat barunya.
Orang-orang pun terbagi menjadi dua kubu: Kubu yang fanatik kepadanya dan kubu lainnya kontra. Oleh

karena itu, beliau rahimahullah menghadapi berbagai jenis siksaan. Beliau seringkali mengalami gangguan. Pernah dipenjara bersama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah secara terpisah-pisah di penjara al-Qal’ah dan baru dibebaskan setelah Ibnu Taimiyah wafat.
Hal itu disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran agar orang pergi berziarah ke kuburan para wali. Akibatnya beliau disekap, dihinakan dan diarak berkeliling di atas seekor onta sambil didera dengan cambuk.

Pada saat di penjara, beliau menyibukkan diri dengan membaca al-Qur’an, tadabbur dan tafakkur. Sebagai hasilnya, Allah membukakan banyak kebaikan dan ilmu pengetahuan baginya. Di samping ujian di atas, ada pula tantangan yang dihadapi dari para qadhi karena beliau berfatwa tentang bolehnya perlombaan pacuan kuda asalkan tanpa taruhan. Sungguhpun demikian Ibnul Qayyim rahimahullah tetap konsisten (teguh) menghadapi semua tantangan itu dan akhirnya menang. Hal demikian disebabkan karena kekuatan iman, tekad serta kesabaran beliau. Semoga Allah melimpahkan pahala atasnya, mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya serta segenap kaum muslimin.

Pujian Ulama Terhadapnya
Sungguh Ibnul Qayyim rahimahullah teramat mendapatkan kasih sayang dari guru-guru maupun muridnya. Beliau adalah orang yang teramat dekat dengan hati manusia, amat dikenal, sangat cinta pada kebaikan dan senang pada nasehat. Siapa pun yang mengenalnya tentu ia akan mengenangnya sepanjang masa dan akan menyatakan kata-kata pujian bagi beliau. Para Ulama pun telah memberikan kesaksian akan keilmuan, kewara’an, ketinggian martabat serta keluasan wawasannya.

Ibnu Hajar pernah berkata mengenai pribadi beliau, “Dia adalah seorang yang berjiwa pemberani, luas pengetahuannya, faham akan perbedaan pendapat dan madzhab-madzhab salaf.”
Di sisi lain, Ibnu Katsir mengatakan, “Beliau seorang yang bacaan Al-Qur’an serta akhlaqnya bagus, banyak kasih sayangnya, tidak iri, dengki, menyakiti atau mencaci seseorang. Cara shalatnya panjang sekali, beliau panjangkan ruku’ serta sujudnya hingga banyak di antara para sahabatnya yang terkadang mencelanya, namun beliau rahimahullah tetap tidak bergeming.”

Ibnu Katsir berkata lagi, “Beliau rahimahullah lebih didominasi oleh kebaikan dan akhlaq shalihah. Jika telah usai shalat Shubuh, beliau masih akan tetap duduk di tempatnya untuk dzikrullah hingga sinar matahari pagi makin meninggi. Beliau pernah mengatakan, ‘Inilah acara rutin pagi buatku, jika aku tidak mengerjakannya nicaya kekuatanku akan runtuh.’ Beliau juga pernah mengatakan, ‘Dengan kesabaran dan perasaan tanpa beban, maka akan didapat kedudukan imamah dalam hal din (agama).’”
Ibnu Rajab pernah menukil dari adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Mukhtashar, bahwa adz-Dzahabi mengatakan, “Beliau mendalami masalah hadits dan matan-matannya serta melakukan penelitian terhadap rijalul hadits (para perawi hadits). Beliau juga sibuk mendalami masalah fiqih dengan ketetapan-ketetapannya yang baik, mendalami nahwu dan masalah-masalah Ushul.”
Tsaqafahnya

Ibnul Qayyim rahimahullah merupakan seorang peneliti ulung yang ‘Alim dan bersungguh-sungguh. Beliau mengambil semua ilmu dan mengunyah segala tsaqafah yang sedang jaya-jayanya pada masa itu di negeri Syam dan Mesir.
Beliau telah menyusun kitab-kitab fiqih, kitab-kitab ushul, serta kitab-kitab sirah dan tarikh. Jumlah tulisan-tulisannya tiada terhitung banyaknya, dan diatas semua itu, keseluruhan kitab-kitabnya memiliki bobot ilmiah yang tinggi. Oleh karenanyalah Ibnul Qayyim pantas disebut kamus segala pengetahuan ilmiah yang agung.

Karya-Karyanya
Beliau rahimahullah memang benar-benar merupakan kamus berjalan, terkenal sebagai orang yang mempunyai prinsip dan beliau ingin agar prinsipnya itu dapat tersebarluaskan. Beliau bekerja keras demi pembelaannya terhadap Islam dan kaum muslimin. Buku-buku karangannya banyak sekali, baik yang berukuran besar maupun berukuran kecil. Beliau telah menulis banyak hal dengan tulisan tangannya yang indah. Beliau mampu menguasai kitab-kitab salaf maupun khalaf, sementara orang lain hanya mampun menguasai sepersepuluhnya. Beliau teramat senang mengumpulkan berbagai kitab. Oleh sebab itu Imam ibnul Qayyim terhitung sebagai orang yang telah mewariskan banyak kitab-kitab berbobot dalam pelbagai cabang ilmu bagi perpustakaan-perpustakaan Islam dengan gaya bahasanya yang khas; ilmiah lagi meyakinkan dan sekaligus mengandung kedalaman pemikirannya dilengkapi dengan gaya bahasa nan menarik.

Beberapa Karyanya
1. Tahdzib Sunan Abi Daud,
2. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin,
3. Ighatsatul Lahfan fi Hukmi Thalaqil Ghadlban,
4. Ighatsatul Lahfan fi Masha`id asy-Syaithan,
5. Bada I’ul Fawa’id,
6. Amtsalul Qur’an,
7. Buthlanul Kimiya’ min Arba’ina wajhan,
8. Bayan ad-Dalil ’ala istighna’il Musabaqah ‘an at-Tahlil,
9. At-Tibyan fi Aqsamil Qur’an,
10. At-Tahrir fi maa yahillu wa yahrum minal haris,
11. Safrul Hijratain wa babus Sa’adatain,
12. Madarijus Salikin baina manazil Iyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’in,
13. Aqdu Muhkamil Ahya’ baina al-Kalimit Thayyib wal Amais Shalih al-Marfu’ ila Rabbis Sama’
14. Syarhu Asma’il Kitabil Aziz,
15. Zaadul Ma’ad fi Hadyi Kairul Ibad,
16. Zaadul Musafirin ila Manazil as-Su’ada’ fi Hadyi Khatamil Anbiya’
17. Jala’ul Afham fi dzkris shalati ‘ala khairil Anam,.
18. Ash-Shawa’iqul Mursalah ‘Alal Jahmiyah wal Mu’aththilah,
19. Asy-Syafiyatul Kafiyah fil Intishar lil firqatin Najiyah,
20. Naqdul Manqul wal Muhakkil Mumayyiz bainal Mardud wal Maqbul,
21. Hadi al-Arwah ila biladil Arrah,
22. Nuz-hatul Musytaqin wa raudlatul Muhibbin,
23. al-Jawabul Kafi Li man sa`ala ’anid Dawa`is Syafi,
24. Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud,
25. Miftah daris Sa’adah,
26. Ijtima’ul Juyusy al-Islamiyah ‘ala Ghazwi Jahmiyyah wal Mu’aththilah,
27. Raf’ul Yadain fish Shalah,
28. Nikahul Muharram,
29. Kitab tafdlil Makkah ‘Ala al-Madinah,
30. Fadl-lul Ilmi,
31. ‘Uddatus Shabirin wa Dzakhiratus Syakirin,
32. al-Kaba’ir,
33. Hukmu Tarikis Shalah,
34. Al-Kalimut Thayyib,
35. Al-Fathul Muqaddas,
36. At-Tuhfatul Makkiyyah,
37. Syarhul Asma il Husna,
38. Al-Masa`il ath-Tharablusiyyah,
39. Ash-Shirath al-Mustaqim fi Ahkami Ahlil Jahim,
40. Al-Farqu bainal Khullah wal Mahabbah wa Munadhorotul Khalil li qaumihi,
41. Ath-Thuruqul Hikamiyyah, dan masih banyak lagi kitab-kitab serta karya-karya besar beliau yang digemari oleh berbagai pihak.

Wafatnya
Ibnul-Qoyyim meninggal dunia pada waktu isya’ tanggal 13 Rajab 751 H. Ia dishalatkan di Mesjid Jami’ Al-Umawi dan setelah itu di Masjid Jami’ Jarrah; kemudian dikuburkan di Pekuburan Babush Shagir.

Sumber :
– Al-Bidayah wan Nihayah libni Katsir,
– Muqaddimah Zaadil Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad, Tahqiq: Syu’ab wa Abdul Qadir al-Arna`uth,
– Muqaddimah I’lamil Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘alamin; Thaha Abdur Ra’uf Sa’d,
– Al-Badrut Thali’ Bi Mahasini ma Ba’dal Qarnis Sabi’ karya Imam asy-Syaukani,
– Syadzaratudz dzahab karya Ibn Imad,
– Ad-Durar al-Kaminah karya Ibn Hajar al-‘Asqalani,
– Dzail Thabaqat al-Hanabilah karya Ibn Rajab Al Hanbali,
– Al Wafi bil Wafiyat li Ash Shafadi,
– Bughyatul Wu’at karya Suyuthi,
– Jala’ul ‘Ainain fi Muhakamah al-Ahmadin karya al-Alusi.

Di posting oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim, diambil dari ‘Biografi Ahlul Hadits’

Ikrimah (ahli Tafsir Generasi Tabi’in, Wafat 105 H)

Ikrimah (ahli Tafsir Generasi Tabi’in, Wafat 105 H)
Posted in Tabi’in | Leave a comment

Nama sebenarnya adalah Abu Abdullah Ikrimah Maulana Ibnu Abbas seorang tabi’in yang meriwayatkan hadits-hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu.
Ikrimah berasal dari Barbari dari penduduk Maghribi, Ibnu Abbas memilikinya sejak ia menjadi Gubernur Bashrah dalam kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.

Ibnu Abbas mengajarkan al Qur’an dan Sunnah kepada Ikrimah dengan sebaik baiknya, Ikrimah sendiri pernah mengatakan, bahwa Ibnu Abbas tetap memberikan pelajaran kepadanya, Ikrimah terus-menerus menerima ilmu dari Ibnu Abbas, sehingga ia memperoleh keahlian dalam berfatwa dan diizinkannya berfatwa.
Ia ahli dibidang hadits dan fatwa juga ahli dalam bidang qira’at dan tafsir, ia masuk golongan qurra yang termasyur dan mufassir yang terkenal.

Ikrimah tetap dalam perbudakan hingga Ibnu Abbas wafat, sehingga ia dimiliki oleh Ali bin Ibnu Abbas (anaknya Ibnu Abbas), kemudian Ali menjualnya kepada Khalid bin Yazid bin Mu’awiyyah dengan harga 4.000 dinar, lalu Ikrimah bertanya kepada Ali, “ Mengapa anda menjual ilmu ayah anda dengan harga 4.000 dinar?”.

Mendengar itu Ali membatalkan penjualannya dan memerdekakan Ikrimah.
Ia menerima hadits dari banyak sahabat yaitu Ibnu Abbas, Al Hasan bin Ali, Abu Qotadah, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abu Sa’id, Mu’awiyyah dan Ibnu Amr bin Ash radhiallahu ‘anhum.

Sedangkan yang meriwayatkan hadits darinya adalah Abusy Sya’tsa, asy Sya’by, an Nakha’iy, Abu Ishaq, as Subai-iy, Ibnu Sirin, Amr ibn Dinar.

Para ulama sepakat bahwa Ikrimah adalah orang yang Tsiqah dan mereka berhujjah dengan hadits- hadits yang diriwayatkan olehnya.
Namun demikian Muslim hanya meriwayatkan sebuah hadits saja darinya dalam bab haji yang disertakan dengan Sa’id bin Jubair.

Banyak para ulama hadits yang menyusun kitab berhujjah dengan Ikrimah diantaranya adalah Ibnu Jarir ath Thabary, Ibn Nashr al Marwazy, Ibn Mandah, Abu Hatim, Ibn Hibban, Abu Umar bin Abdul Barr dan lain lannya. Dan di antara ulama yang membelanya seperti Al Hafidh Ibnu Hajar di dalam Muhthashar Tahdzibu kamal dan di dalam Muqadimmah Fathul Bari.

Al Bukhary berkata,” Tidak ada diantara para ulama hadits yang tidak berhujjah dengan Ikrimah”.
Ibnu Mai’n berkata,” Apabila kami melihat orang yang mencela Ikrimah, kamipun menuduh orang itu tidak benar”.

Muhammad bin Nashr al Marwazy berkata,” Seluruh ahli ilmu hadits di antaranya Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Yahya bin Ma’in, aku telah bertanya kepada Ishaq tentang berhujjah dengan Ikrimah, maka beliau menjawab, “Ikrimah dalam pandangan kami, Imam yang tsiqah”.

Ibnu Mahdah berkata,” Ikrimah dipandang adil oleh 70 tabi’in, ini suatu kedudukan yang hampir-hampir tidak diperoleh oleh orang lain. Orang yang mencacinya pun meriwayatkan juga hadits darinya. Dan Haditsnya diterima oleh para ulama. “.

Dari pernyataan pernyataan ini, nyatalah bahwa apabila orang- orang kepercayaan meriwayatkan suatu hadits dari Ikrimah, maka tidak ada jalan untuk meragui kebenaran hadits itu.
Ia wafat pada tahun 105 H dalam usia 80 tahun lebih.
Diposting oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim, di nukil dari “Biografi Ahlul Hadits”, yang bersumber dari beberapa kitab di antaranya:
– riwayat Ikrimah dalam Tahdzibul Asma’i wal Lughat an Nawawi 340,
– Muqadimmah Fatul Bari karya Ibn Hajar II:148,
– Tahdzib at Tahdzib karya Ibnu Hajar asqalani.VII:236.

Related posts:
1. Para Ahli Tafsir Terkenal Dari Kalangan Tabi’in
2. Ka’ab Al-aahbar (generasi Tabi’in Yang Pertama)
3. Zadzan (seorang Ulama Besar Generasi Tabi’in)
4. Al-qamah Bin Qais (ahli Fiqh Zaman Tabi’in)
5. ‘ikrimah

Ibrahim bin Adham Az-Zahid Rahimahullaahu

Ibrahim bin Adham Az-Zahid Rahimahullaahu
Posted in Tabiuttabi’in | Leave a comment
http://www.alsofwa.com/18925/ibrahim-bin-adham-az-zahid-rahimahullaahu.html

Nama, nasab dan Kelahiran beliau
Beliau adalah Ibrahim bin Adham bin Mansur bin Yazid bin Jabir, dia seorang imam yang arif, pemimpinnya orang-orang zuhud, dan dia mempunyai julukan “Abu Ishaq al-‘Izli, ada yang mengatakan at-Tamimi, al-Khurasani, al-Balkhi, salah satu daerah di Syam. Beliau dilahirkan di Makkah pada akhir-akhir tahun ke 100H.
Sekelumit kisah Ibrahim bin Adham dalam mendapatkan hidayah
Ibrahim bin Bassyar bercerita, Aku berkata kepada Ibrahim bin Adham: “Wahai Abu Ishaq (Ibrahim bin Adham) bagaimana permulaan kisahmu hingga engkau menjadi seperti ini ?”. Maka ia berkata: “Tanyakan yang lain saja, karena hal itu lebih baik bagimu”. Akupun berkata: “Betul apa yang kau katakan, akan tetapi jika kau kabarkan kepadaku (tentang kisahmu -red) mungkin hal itu bisa bermanfaat bagiku pada suatu hari nanti”, kemudian aku mengulangi perkataanku.

Maka iapun berkata: “Celaka engkau, lebih baik kau sibukan diri terhadap Allah”. Maka aku bertanya untuk ketiga kalinya. Maka ia berkata: “ Dahulu bapakku dari (penduduk) Balkha, dan dia seorang raja Kharasan. Kami di berikan kesenangan (hobi) berburu, maka (pada suatu hari) aku keluar menunggangi kudaku dan anjingku bersamaku, maka ketika aku melihat Kelinci atau Rubah akupun memacu kudaku, akan tetapi tiba-tiba aku mendengar seruan seorang penyeru dari arah belakangku, yang berkata: “Bukan untuk hal tersebut engkau diciptakan, dan bukan untuk hal itu engkau diperintahkan!”.

Maka akupun menghentikan (langkah kudaku), dan aku melihat kesebelah kanan dan kekiriku, akan tetapi aku tidak melihat siapapun, maka aku katakan: “Semoga Allah melaknat Iblis”. Lalu akupun memacu kudaku, akan tetapi tiba-tiba aku mendengar seruan yang lebih keras dari yang pertama, yang berkata: “Ya Ibrahim, bukan untuk hal tersebut engkau diciptakan, dan bukan untuk hal itu engkau diperintahkan!”. Maka akupun menghentikan (langkah kudaku), dan aku melihat kesebelah kanan dan kekiriku, akan tetapi aku tidak melihat siapapun, maka aku katakan: “Semoga Allah melaknat Iblis”.

Maka akupun memacu kudaku, akan tetapi aku mendengar kembali seruan itu dari belakang pelana kudaku, Ya Ibrahim, bukan untuk hal tersebut engkau diciptakan, dan bukan untuk hal itu engkau diperintahkan!”, maka akupun berhenti, akupun berkata: “Aku sadar- aku sadar, telah datang kepadaku pemberi peringatan dari Tuhan semesta alam, demi Allah aku tidak akan bermaksiat kepadanya lagi setelah hari ini.
Perkataan hikmah Ibrahim bin Adham

Beliau rahimahullah mempunyai nasehat yang penuh dengan hikmah, diriwayatkan dari Ibrahim bin Adham, ia berkata: “Setiap raja yang tidak adil, maka ia dan pencuri sama(kedudukanya), setiap orang berilmu yang tidak bertaqwa maka dia dan serigala sama (kedudukanya), dan setiap yang menghinakan diri kepada selain Allah maka dia dan anjing sama (kedudukanya)”.

Beliau juga berkata: “Zuhud yang wajib yaitu zuhud terhadap apa yang diharamkan Allah, zuhud adalah keselamatan yaitu Zuhud terhadap perkara syubahat (perkara yang tak jelas halal dan haramnya -red), zuhud adalah keutamaan yaitu Zuhud terhadap perkara yang halal”.
Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata:“Banyak melihat kepada sesuatu yang batil, dapat menghilangkan pengetahuan hati terhadap kebenaran”.

Diriwayatkan dari Muhammad bin Ghalib, dia berkata: “Ibrahim bin Adham menulis surat kepada Sufiyan ats-Tsauri (dia berkata di dalam suratnya -red): “Barangsiapa yang mengetahui apa yang dia kehendaki maka dia akan menganggap remeh apa yang dia korbankan untuknya, barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka penyesalannya akan berlangsung lama, barangsiapa yang panjang angan-angannya maka akan buruk amal perbuatannya, dan barangsiapa yang mengumbar lisannya maka dia membunuh dirinya”.

Keutamaan beliau
Beliau rahimahullah adalah seorang yang zuhud, dan wara’ (menjaukan diri dari yang di haramkan Allah Ta’ala). Beliau makan dari hasil keringat sendiri, dan tidak mau berpangku tangan kepada orang lain, diriwayatkan bahwa dikatakan kepada Ibrahim bin Adham: “Bagaimana kondisimu?, maka ia menjawab: “Aku dalam keadaan baik, selama tidak ada yang menanggung nafkahku”.

Diriwayatkan bahwa beliau pergi meninggalkan rumahnya menuju negri Syam untuk mencari rezki yang halal dengan tangannya sendiri. Beliau bekerja di sawah milik orang lain dengan tekun dan selalu menjaga amanah yang diamanahkan kepadanya.

Ahli sejarah berkata: “Ibahim bin Adham adalah penduduk Balakh, dia pergi ke Makkah, di tempat tersebut ia menemani Sufian ats-Tsauri, Fudhail bin ‘Iyadh, kemudian dia pergi ke Syam, di sana dia makan dari usahanyan sendiri, dan kemudian dia wafat di sana”.

Perkataan ulama tentangnya
Diriwayatkan bahwa Imam Nasai berkata: “Ibrahim bin Adham tsiqah (terpercaya), salah seorang dari orang-orang yang zuhud”.

Abdullah bin Mubarak rahimahullah berkata: “Ibrahim bin Adham seorang yang memiliki keutamaan, dia mempunyai rahasia dan hubungan (dalam beribadah -red) antara dia dengan Allah ’Azza wa jalla,aku tidak melihat dia menampakan tasbih, maupun sesuatu dari amal ibadahnya, dan tidaklah dia makan bersama seseorang, kecuali dia yang terakhir mengangkat tangannya (untuk makan makanan tersebut)”.
Wafat beliau

Para ulama berbeda pendapat tentang tahun wafatnya Ibrahim bin Adham, namun imam Ibnu Katsir menguatkan pendapat Ibnu ‘Asakir. Ibnu ‘Asakir rahimahullah meriwayatkan bahwa (riwayat) yang terjaga adalah bahwa Ibrahim bin Adham wafat pada 162 H.
[Sumber: Diterjemahkan dan diposting oleh Sufiyani dengan sedikit penambahan dan pengurangan dari kitab Siyar A’lami Nubala jilid 7/387-396, kitab Siarus Salafis Shalihin jilid 3/963-973, dan al-Bidayah Wa an-Nihayah jilid 10/558-568].

Ibnu Abi Syaibah (wafat 235 H)

Ibnu Abi Syaibah (wafat 235 H)

Nama, Kunyah, dan Kelahiran Beliau
Beliau bernama Abdullah bin Muhammad bin Al-Qadli Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman bin Kuwasta. Beliau seorang imam yang alim, pemimpin para hafizh, penulis kitab-kitab besar seperti Al-Musnad, Al-Mushannaf, dan At-Tafsir. Kunyahnya adalah Abu Bakr Al-‘Absi. Lahir tahun 159 H.
Guru-Guru Beliau

Saudara beliau, ‘Utsman bin Abi Syaibah dan Al-Qasim bin Abi Syaibah Adl-Dla’if. Al-Hafizh Ibrahim bin Abi Bakr adalah anak beliau. Al-Hafidh Abu Ja’far Muhammad bin ‘Utsman adalah kemenakan beliau. Mereka semua adalah perbendaharaan ilmu. Abu Bakr yang paling terhormat di kalangan mereka. Beliau termasuk aqran (yang berdekatan secara umur dan isnad) Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih, Ali bin Al-Madini dari sisi umur, kelahiran, dan hapalannya. Yahya bin Ma’in adalah yang paling tua beberapa tahun di antara mereka.
Beliau menuntut ilmu sejak masih kecil. Guru beliau yang paling tua adalah Syarik bin Abdillah Al-Qadli.
Murid-Murid Beliau

Banyak murid-murid beliau yang mendengar hadits dari beliau, di antaranya adalah :
1. Abul-Ahwash Sallam bin Sulaim.
2. Abdus-salam bin Harb.
3. Abdullah bin Mubarak.
4. Jarir bin Abdil Hamid.
5. Abul-Khalid Al-Ahmar.
6. Sufyan bin ‘Uyainah.
7. Ali bin Mushir.
8. Ibad bin Awwam.
9. Abdullah bin Idris.
10. Khalaf bin Khalifah (ada yang menyatakan bahwa ia seorang tabi’i).
11. Abdul-‘Aziz bin Abdish-Shamad Al-‘Amiyyi.
12. Umar bin ‘Ubaid Ath-Thanafisi dan dua orang saudaranya yaitu :
13. Muhammad, dan
14. Ya’la.
15. Ali bin Hasyim Al-barid.
16. Husyaim bin basyir.
17. Abdul-A’la bin Abdil-A’la.
18. Waki’ bin Al-Jarrah.
19. Yahya Al-Qathhan.
20. Isma’il bin ‘Iyasy.
21. Abdurrahim bin Sulaiman.
22. Abu Mu’awiyyah.
23. Yazid bin Al-Miqdam.
24. Marhum Al-‘Athar, dan lain-lain di Iraq dan Hijaz.

Beliau adalah lautan ilmu dan dijadikan contoh dalam kekuatan hapalannya. Di antara yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah Syaikhain (Bukhari dan Muslim), Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i, dan para rekan beliau. Namun At-Tirmidzi tidak meriwayatkan dalam Jami’-nya. Demikian pula Muhammad bin Sa’ad Al-Khathib, Muhammad bin Yahya, Ahmad bin Hanbal, Abu Zur’ah, Abu Bakar bin Abi ‘Ashim, Baqiyyu bin Makhlad, Muhammad bin Wadlah – seorang muhaddits dari negeri Andalus – , Al-Hasan bin Sufyan, Abu Ya’la Al-Maushuli, dan lain-lain.

Komentar Para Ulama tentang Beliau
Yahya bin Abdul Hamid Al-Himami mengatakan : “Anak-anak Ibnu Abi Syaibah adalah para ulama. Mereka berdesak-desakan dengan kami ketika belajar dari setiap muhaddits.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata : “Abu Bakr seorang yang sangat jujur (shaduq) dan lebih aku sukai daripada saudaranya, ‘Utsman”.
Imam Ahmad bin Abdillah Al-‘Ijli mengatakan : “Abu Bakar adalah seorang yang tsiqah (terpercaya), ia juga seorang hafizh (penghapal) hadits”.

‘Amr bin Ali Al-Fallas menyatakan : “Aku belum pernah melihat orang yang lebih kuat hapalannya daripada Abu Bakr bin Abi Syaibah. Dia datang kepada kami bersama ‘Ali Al-Madini, kemudian membacakan 400 hadits dengan cepat dan hapal di hadapan Syaibani, kemudian berdiri dan pergi”.
Imam Abu ‘Ubaid mengatakan : “Hadits terhenti (habis) pada empat orang, yaitu Abu Bakar bin Abi Syaibah yang cepat mengambil, Ahmad yang paling paham, Yahya bin Ma’in yang paling banyak mengumpulkan, dan Ali bin Al-Madini yang paling alim”.

Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ala Al-Jurjani mengatakan : “Aku bertanya kepada Ibnu Abi Syaibah ketika aku bersamanya di Jabbanah : ‘Wahai Abu Bakr, ketika engkau belajar dari Syarik, umurmu berapa?’. Beliau berkata : ‘Ketika itu aku masih berumur 14 tahun, dan ketika itu aku lebih hapal hadits daripada hari ini”.

‘Abdan Al-Ahwazi mengatakan : “Abu Bakr duduk di sebuah tiang, sedangkan saudaranya, Masybudanah, Abdullah bin Barrad dan lain-lain semua diam kecuali Abu Bakr; dia berbicara. Tiang itu, kata Ibnu ‘Adi, adalah tiang yang biasa diduduki oleh Ibnu Uqdah. Ibnu ‘Uqdah pernah berkata kepadaku : Inilah tiang tempat Ibnu Mas’ud mengajar, kemudian diganti Al-Qamah, kemudian diganti Ibrahim, Manshur, Sufyan Ats-Tsauri, Waki’, Ibnu Abi Syaibah, dan setelah beliau, Muthayyin, kemudian Ibnu Said”.

Shalih bin Muhammad Al-Hafizh Jarrah mengatakan : “Orang yang pernah aku jumpai yang paling tahu tentang hadits dan ‘illat-‘illat-nya adalah Ali Al-Madini dan yang paling tahu tentang tashhif (perubahan lafazh baik secara bacaan, titik maupun huruf, dan lain-lain) para syaikh adalah Ibnu ma’in. Serta yang paling hapal di antara mereka ketika mudzakarah (berdialog) adalah Abu Bakr bin Abi Syaibah.
Al-Hafizh Abul-‘Abbas bin ‘Uqdah berkata bahwa ia mendengar Abdurrahman bin Khirasy mengatakan bahwa Abu Zur’ah pernah menyebutkan : “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih hapal daripada Ibnu Abi Syaibah”.

Maka Abdurrahman bin Khirasy berkata : “Hai Abu Zur’ah, bagaimana dengan teman-teman kami dari Baghdad?”. Beliau berkata : “Tinggalkanlah teman-temanmu, mereka adalah orang-orang yang gersang. Aku belum pernah melihat orang yang lebih kuat hapalannya daripada Ibnu Abi Syaibah”.
Al-Khathib berkata : “Abu Bakr adalah seorang yang mutqin (kuat hapalan) lagi hafidh. Beliau menulis Al-Musnad, Al-Ahkam, dan At-Tafsir. Dan dia juga menyampaikan hadits di Baghdad bersama dua saudaranya : Al-Qashim dan ‘Utsman”.

Pada tahun 234 H, kata Ibrahim Nafthawaih, Al-Mutawakkil membuat cemas para fuqahaa dan muhadditsiin. Di kalangan mereka ada Mush’ab bin Abdillah Az-Zubairi, Ishaq bin Abi Isma’il, Ibrahim bin Abdillah Al-Harawi, Abu Bakr dan ‘Utsman dua anak Abu Syaibah, keduanya termasuk para huffazh. Kemudian mereka diberi surat tugas. Lalu Al-Mutawakkil menyuruh mereka untuk menyampaikan hadits-hadits yang mengandung bantahan terhadap kaum Mu’tazilah dan Jahmiyyah. Majelis ‘Utsman ada di kota Manshur yang berkumpul menuntut ilmu darinya sekitar tiga puluh ribu orang. Sedangkan Abu Bakr di Masjid Rushafah dan dia lebih terkenal daripada saudaranya. Muridnya berjumlah sekitar tiga puluh ribu orang.

Abu Bakr adalah seorang yang kuat jiwanya. Bila dia menjumpai sebuah hadits yang Yahya bin Ma’in menyendiri dalam meriwayatkannya dari Hafsh bin Ghiyats, dia akan mengingkarinya seraya berkata : “Darimana dia mendapatkan hadits ini? Ini buku Hafsh, tidak ada hadits itu di dalamnya”.
Imam Ad-Daruwardi mengatakan : “Abu bakr adalah seorang hafizh, sulit dicari tandingannya, kokoh dalam redaksi hadits”.

Ibnu Hajar berkata : “Dia seorang Kufi yang tsiqah lagi hafizh. Dia memiliki banyak karangan”.
Ibnu Qani’ berkata : “Dia tsiqah”.
Adz-Dzahabi berkata : “Abu Bakr termasuk orang yang melompati jembatan. Dan kepadanya berakhir ke-tsiqah-an”.

Karya-Karya Beliau
1. Al-Mushannaf.
2. At-Tarikh. Kitab ini ada di Berlin dengan nomor perpustakaan 9409.
3. Kitaabul-Iimaan.
4. Kitaabul-Adab.
5. Tafsir Ibnu Abi Syaibah.
6. Kitaabul-Ahkaam.
7. Kitaab Taabul-Qur’an.
8. Kitaabul-Jumal.
9. Kitaabur-Radd ‘alaa Man Radda ‘alaa Abi Hanifah.
10. Kitaabul-Futuh.
11. Al-Musnad.

Wafat Beliau
Beliau wafat, kata Imam Bukhari, pada bulan Muharram tahun 235 H. Dan Al-Khathib Al-Baghdadi menambahkan dengan wafat di waktu ‘isya’ yang akhir. Semoga kita bisa mengikuti jalan beliau di atas kebaikan. Amiin.
Diposting oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim, diambil dari ‘Biografi Ahlul Hadits’
Share
Related posts:
1. Ibnu Majah (penulis Kitabus Sunan, Wafat 273 H)
2. Imam Al Ajurri Rahimahullah (wafat 419 H)
3. Ibnu Katsir (sosok Mufassir Sejati)
4. Imam Manshur Al Laalikai (wafat 416 H)
5. Al-imam Ibnu Al-qayyim Al-jauziyyah

KHUTBAH JUMAT PILIHAN

bersama membentengi akidah ummat

masjidalfajrblog

DEWAN KEMAKMURAN MASJID AL-FAJR BANDUNG

KHUTBAH JUMAT PILIHAN

bersama membentengi akidah ummat

masjidalfajrblog

DEWAN KEMAKMURAN MASJID AL-FAJR BANDUNG

ARA

Hidup adalah amanah dari Allah Swt.

WordPress.com Apps

Apps for any screen

KHUTBAH JUMAT PILIHAN

bersama membentengi akidah ummat

KHUTBAH JUMAT PILIHAN

bersama membentengi akidah ummat

SITUSARA situs ara

bersama membentengi akidah ummat

"masjid tanpa warna" MASJID AL-FAJR

Membentengi akidah sesuai Al-Quran dan Hadist

ARA-SILSILAH

This WordPress.com site is the cat’s pajamas

ARA FOTO

a. rozak abuhasan